Rabu, 03 Juni 2009

Parodi Politik,(+)/(-)???

Hyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...akhirnya selesai UAS..akhirnya libur 3 bulan..akhirnya bebas buat ngapain aja...tapi aku masih bingung ni mau pulang ke purworejo kapan...mau ambil SP tapi mahal..heheh

Liburanku terhitung sejak hari Jumat, 29 Mei 2009. Masih 6 hari, tapi udah mulai mati gaya..6 hari ini akau ngapain aja ya?????

Hari Jum'at kemarin ikut talkshow di PSJ, pulangnya langsung ke asrama buat rapat kompor(Komunitas Mahasiswa Purworejo). Aneh ya namanya??Bahkan di pertemuan kemarin sempet ngebahas buat ngganti nama kompor..haha!padahal sebenernya ga ada yang perlu dipermasalahkan dengan nama itu..

Hari sabtunya jalan ke puncak, tapi ga ada yang menarik..ught!hari minggu jalan bareng temenku dari Bogor..Senin rapat Adkesma di MBRC terus ke PPM mau wawancara tentang BOP_B & banding online..ternyata disuruh dateng lagi hari rabu..Nah, akhirnya hari ini aku kembali ke PPM..Setelah itu di sini deh, MBRC lantai bawah-komputer nmr 36..haha!!

Dari semua itu, yang paling menarik ya talkshow hari Jum'at..Niatnya emang mau ngebahas itu si, yang tadi cuma intermezzo..hehe

Jum'at kemarin aku ikut talkshow yang berjudul "Dampak Parodi Politik Terhadap Aspirasi Politik Masyarakat". Pembicara dalam talkshow ini antara lain:
1.Effendi Ghazali (Praktisi Media dan Pakar Ilmu Komunikasi)
2. Hasan Nasbi (Projec Manager Quickcount Pemilu Legislatif 2009_Cyrus Surveyor Group)
3. Hamdi Muluk (Pakar Psikologi Politik)
4. Boni Hargens (Pengamat Politik)


Parodi politik yang pertama diprakarsai oleh Effendi Ghazali. Pertama kali tayangan ini muncul di Metro TV dengan tokoh antara lain Butet Kertarajasa yang memerankan SBY dan Jarwo Kuat sebagai JK. Lalu tayangan ini pindah ke Indosiar dengan peran SBY diagnti oleh Taufik Savalas (alm.) dan JK oleh Kelik dengan nama Ucup Kelik, kemudian pindah lagi ke TV One. Tokoh SBY diaminkan oleh Derry Drajat dan Jarwo kuat kembali menjadi JK. Ada juga tokoh2 lain yang juga diperankan oleh orang lain seperti Suharta (Suharto), Gus Pur (Gus Dur), Megawangi (Megawati), Habudi(Habibie), dan lain-lain. Selain itu ada Anya Dwinov dan Olga Lidya sebagai pembawa acara dan Boni Hargens yang sepertinya tetap berperan sebagai pengamat politik. Tak jarang Boni Hargens melontarkan sindiran atau kritikan pedas terhadap para tokoh politik kita.


Aku mulai sering nonton tayangan yang berjudul "Republik Mimpi ini sejak tayang di TV one. Acara inimemang selalu membahas isu2 politik yang sedang hangat terjadi. Yang paling aku ingat adalah saat membahas perpisahan SBY_JK di pilpres 2009. Kebetulan waktu itu akau bersama teman2 kelasnya Boni Hargens diajakin nonton langsung di studio. Mas Boni adalah dosenku yang mengajar mata kuliah "Sistem Politik Indonesia". Waktu itu bintang tamunya adalah Dedi Mizwar dan seorang tokoh politik dari partai Golkar (aku lupa namanya..hehe)



(ini dia fotoku bareng temen2 waktu nonton "republik Mimpi" di studio TV one.ada Boni Hargens dan Derry Drajat a.k.a presiden SDY)




(girang banget foto bareng presiden negeri impian, kapan ya foto bareng presiden negeri beneran????haha)


(bukan...bukan!!!!!ini bukan Gus Dur, tapi Gus Pur...!!mirip banget ya??!)



Untuk isu2 yang lain memang sudah banyak yang aku lupa. Hal ini sempat dubahas di awal talkshow, bahwa ternyata orang yang menonton acara parodi politik lebih banyak mengingat lawakannya daripada masalah politik yang dibahas. Selain itu ada juga yang lebih mengenal karakter tokoh politik dalam parodi daripada tokoh aslinya. Salah satu pembicara, kalau tidak salah Hamdi Muluk mengatakan bahwa ia menemukan kasus, ada seorang yang tidak mau memilih JK(yang asli) karena orangnya genit. Ia berpendapat begitu setelah melhat Jarwo Kuat sering memanggil "hunny" kepada Anya dan Olga. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap isu politik maupun tokoh politik yang diparodikan dan aspirasi masyarakat terhadap politik menjadi berkurang. Apalagi, dalam parodi ini serign menyindir para tokoh politik.

Menyikapi pendapat ini Effendi Ghazali pun memaparkan bahwa tujuan dari adanya parodi politik adalah untuk membuat masyarakat tertarik pada politik. Acara ini sebagai alternatif masyarakat yang bosan atau tidak suka menonton tayangan berita maupun membaca koran. Dengan menonton tayangan ini masyarakat dapat mengentahui berita politik melalui kemasan yang lebih menarik. Mengenai apakah aspirasi masyarakat berkurang atau pun masyarakat akan lebih terkenang pada lawakannya daripada isu politiknya tidak dapat disimpulkan terlebih dahulu, perlu penelitian yang lebih lanjut. Sayangnya, belum ada dana untuk melakukan riset itu.

Pembuatan parodi politik juga tidak mudah, tidak hanya sekedar melawak atau menciptakan lelucon saja. Untuk masuk ke stasiun televisi juga melalui perjuangan yang cukup berat. Tidak semua stasiun TV mau menerima tayangan ini. Pertama kali atayng acara ini juga belum seperti sekarang yang sudah berani meniru tidak hanya wajah, tetapi juga gaya para tokoh politik serta melontarkan sindiran2 pedas terhadap tokoh politik maupun kebijakan politik yang dianggap merugikan rakyat. Sering berpindahnya stasiun TV yang menayangkan acara ini juga menjadu kendala yang cukup berarti. Terkadang acara ini tersingkirkan oleh acara lain yang dianggap lebih menarik dan disukai masyarakat seperti tayangan sinetron. Semakin beraninya tayanagn ini mengkritik pemerintahan juga membuat stasiun TV berfikir dua kali untuk melanjutkan acara ini, apalagi sekarang sedang panas2nya persaingan antara tiga pasang Capres-cawapres 2009. Dialog-dialog politik mengenai capres-cawapres kita ini tentu lebih diutamakan agar masyarakat lebih mengenal sosok calon pemimpinnya.
Namun demikian, perjuangan Effendi Ghazali untuk membuat masyarakat "melek" politik tidak berhenti sampai di sini. Bersama rekan-rekannya ia membuat sebuah film bertajuk "CaPres (Calo Presiden) yang mulai tayang di bioskop tanggal 4 Juni 2009).

Sebenarnya keberadaan Parodi politik tidak selamanya buruk, meskipun terkadang kritikan2nya dapat memicu sikap apatis masyarakat terhadap politik. Tayangan ini dapat dijadikan referensi lain dalam memandang politik. Namun, tentunya masyarakat juga tidak hanya mendengar atau melihat dunia politik melalui tayangan parodi. Masyarakat harus mengetahui dari sumber lain, jangan hanya berpatokan pada pendapat dalam parodi politik karena bisa jadi ini sangat subjektif.

Meskipun banyak para penonton yang lebih menikmati lawakannya dan cenderung melupakan muatan politik dalam parody, paling tidak masyarakat tahu apa masalah yang sedang terjadi pada saat itu.

Jadi, kapan ada parody politik lagi ya??????

2 komentar:

  1. Whaaaa........ pengen ikutttttt kutt kutttt....

    BalasHapus
  2. Jumat kemarinkan ada lagi yang bareng anak2 BEM & HMIK.. Lo ga ikut ya??

    BalasHapus