Rabu, 15 Maret 2017

Investasi pertama, reksadana

Saya mau berbagai soal pengalaman investasi di reksadana, semoga bermanfaat karena sudah ada beberapa teman yang bertanya soal bagaimana memulai investasi reksadana. Pertanyaan yang sering saya terima :
1. Bagaimana cara beli reksadana, dimana? Minimal pembelian berapa?
2. Bagaimana cara memilih reksadana?

Pertama, saya mau menjawab dua pertanyaan di atas sesuai dengan pengetahuan pribadi. Kalo kurang tepat, ya harap dimaklumi (tapi Inshaallah bener kok, haha)..
1. Reksadana adalah salah satu instrumen investasi yang diterbitkan oleh perusahaan asset management atau bisa juga kita sebut manager investasi. Jumlahnya sangat banyak, ada sekitar 100 perusahaan kalo ga salah. Beberapa diantaranya, PT Danareksa Asset Management, PT Panin Asset Management, PT Samuel Asset Management, dll. Setiap perusahaan menawarkan minimal pembelian yang berbeda- beda, ada yang Rp 100.000, Rp 250.000, ada juga yang minimal pembeliannya hingga jutaan.

2. Saya nggak punya tips khusus sih buat milih reksadana karena saking banyaknya. Jumlah manager investasi sudah ratusan. Setiap satu perusahaan mengeluarkan beberapa produk reksadana, jadi pilihannya banyak buangeet. Paling tipsnya banyak baca sama banyak nanya. Berita di internet juga banyak, googling aja reksadana dengan kinerja terbaik. Lalu sesuaikan juga dengan kemampuan. Misalnya, cuma bisa beli Rp 100.000 per bulan, ya cari manager investasi yang produk reksadananya bisa dibeli dengan minimal Rp 100.000.  Kalau saya minta rekomendasi teman juga yang sudah duluan beli. Jangan tanya produk reksadana saya apa, rahasia! hahaha. Soalnya, saya nggak lagi promosi produk..

Jadi, saya mulai beli reksadana sekitar pertengahan 2015, sebenarnya sudah agak terlambat. Sebab, saya mulai berpenghasilan (baca : mulai kerja) tahun 2013 dan mulai mengenal instrumen investasi sekitar pertengahan 2014. Jadi cari infonya sekitar 1 tahun sebelum benar2 membeli produk investasi.

Saya memilih reksadana karena paling murah dan terjangkau. Coba kalau mau properti, mesti siapin puluhan juta buat DP. Cicilan per bulannya juga jutaan, saya yang cuma pegawai swasta dengan gaji yaah segini aja sih belum mampu. Investasi emas nggak suka, minimal beli per gramnya juga sekarang sekitar Rp 500.000. Return atau imbal hasilnya juga dikit.

Awalnya memang susah pilih2 produknya. Sudah banyak membaca, tapi tetep bingung. Akhirnya saya minta rekomendasi teman2 kantor yang sudah duluan beli. Itupun saya masih harus memilah-milah dari semua rekomendasi yang lumayan banyak.

Buat teman2 yang mau coba beli reksadana, saya akan coba ceritakan langkah2 saya.
1. Pastikan kita sudah punya dana likuid (dana yang mudah dicarikan, baca : tabungan) yang cukup. Karena kata pengelola keuangan, kita harus punya dana likuid untuk kebutuhan mendadak. Minimal adalah tiga kali pengeluaran per bulan. Saya pun mulai berinvestasi setelah tabungan sudah mencapai angka tiga kali pengeluaran. 

2. Tentukan tujuan investasi. Untuk jangka panjang atau jangka pendek. Jangka panjang itu di atas tiga tahun sampai maksimal puluhan tahun. Kalau jangka pendek itu satu sampai tiga tahun. Untuk investasi jangka panjang kita bisa memilih reksadana saham atau campuran. Kalau jangka pendek bisa pilih reksadana pasar uang. Ada juga jenis reksadana lain, yaitu campuran, pendapatan tetap, dst. Bedanya ada di produk. Kalau reksdana saham 100% produknya berupa saham. Kalau reksadana pasar uang itu berupa deposito dan obligasi. Kalau campuran biasanya terdiri dari saham, obligasi, deposito.

Kalau saya pilih saham dan pasar uang. Saham untuk jangka panjang, pasar uang untuk jangka pendek. Tujuan reksadana saham saya untuk jangka panjang, sampai saya bahkan belum kepikiran buat apa. Mungkin untuk uang pensiun. Jadi itu benar2 dana yang Inshaallah nggak akan saya ambil sampai nanti kalau mungkin sudah tua. Untuk jangka pendek, saya pilih pasar uang. Tujuan investasi jangka pendek saya juga sebenarnya belum tahu, haha. Yaa mungkin buat kebutuhan mendadak atau misalnya kalau mau sekolah lagi, mau liburan yang agak jauh, atau untuk biaya nikah. #eaa. 

Idealnya kita memang menentukan tujuan pemakaian uangnya untuk apa, jadi bisa dihitung di awal dan ditentukan berapa yang harus kita setor setiap bulan. Manager investasi akan membantu menghitung dengan mempertimbangkan minimal return dan resiko. Kebetulan saya masih single dan belum ada rencana apa2, jadilah tujuan investasi saya adalah tanpa tujuan. Tujuan sebenarnya supaya saya lebih disiplin mengelola keuangan. Karena namanya juga wanita, godaan belanja itu luar biasa. Udah ga punya kartu kredit nih, tapi belanja sekarang bisa pake debit. Udah sengaja nggak bawa uang banyak, tapi tetep bisa gesek. Sulit lah pokoknya kalo melawan godaan itu. Makanya harus terapkan prinsip saving before spending. Kalau saving nya di reksadana kan jadi susah diambil, harus isi form dulu, dana baru cair beberapa hari kemudian.

2. Pilih manager investasi dan tentukan produknya. Cara memilihnya sudah saya jabarkan di atas ya. Kalau masih bingung ya anggap aja kita mau beli kopi. Kan ada banyak merek mulai dari kapal api, luwak, top, dst. Ya tinggal pilih aja salah satu sesuai selera, yang penting pas kita cari2 infonya, perusahaan itu tidak bermasalah. Pokoknya produk sesuai dengan kemampuan kita aja dan kinerja reksadana terbukti baik.

3. Kalau sudah yakin tinggal telepon deh kantornya, nanti mereka akan kirim orang untuk janjian ketemuan. Kita bisa ke kantornya, atau bisa janjian di luar kantor. Waktu itu saya janjian di tempat makan deket kosan biar gampang. Satu lagi janjian di kantor saya (kebetulan dua produk reksadana saya berasal dari dua perusahaan yang berbeda. Biar apa? ya nggak apa - apa). Tanyakan apapun soal reksadana ke manager investasi, mereka akan jawab dengan ngasih data lengkap kok.

4.  Setelah punya reksadana jangan lupa dilihat kinerjanya. Reksadana bukan seperti saham yang harus dipantau setiap hari. Tapi paling nggak diliat lah sebulan sekali. Jangan panik kalau reksadana saham tiba2 nilainya turun. Nggak papa, nanti juga naik lagi karena volatilitas saham memang tinggi. Makanya lebih cocok untuk investasi jangka panjang. Tapi buat teman- teman yang dalam jangka waktu tertentu kurang puas sama kinerja reksadananya, bisa mulai atur ulang portofolionya. Bisa pindah ke produk lain atau ke perusahaan manager investasi lainnya.

Yang lebih stabil tentu pasar uang. Makanya jenis reksadana ini bisa dicairkan dalam jangka pendek dengan minim resiko. Tapi ya namanya investasi, high risk high return. Makin tinggi resiko, makin tinggi imbal hasilnya. Kalau resiko rendah ya imbal hasil juga rendah. Saya sendiri cukup hati - hati juga soal ini. Makanya dari semua total reksadana saya, yang ada di saham sekarang sekitar 30% saja, 70% saya taruh di pasar uang.

Sampai sekarang saya belum pernah mencairkan reksadana. Pernah sekali karena waktu itu saham naik tinggi, terus diajarin buat profit taking. Tapi habis itu bingung uangnya mau dipake buat apa. Dua hari kemudian uang itu saya masukkan lagi ke reksadana (nggak guna ya, imbal hasilnya juga sebenernya masih kecil wong ya tabungan reksadana saya juga kecil...). Karena dari awal juga bukan untung maksimal yang saya cari, tetapi supaya saya bisa lebih bijak aja mengelola keuangan. Kan kalau lihat ada return jadi sayang uangnya buat dibelanjakan. Saya juga nggak disiplin sih, nggak selalu tiap bulan beli reksadana. Padahal bisa autodebet sebenarnya.

Ulasan yang panjang lebar ini sepertinya lebih cocok untuk para single seperti saya. Kalau sudah berkeluarga strategi investasinya mungkin lain lagi. Karena mungkin kebutuhan jadi lebih banyak. Makanya, mumpung masih single, yuk kita investasi!





Sabtu, 11 Maret 2017

Empat tahun jadi jurnalis, betah juga

Keinginkan menjadi jurnalis kembali muncul setelah beberapa bulan bekerja sebagai kreatif. Keinginan yang sudah saya tulis di profil blog ini sejak 2009.😆

Mei 2013, saya akhirnya memantapkan diri untuk resign dari Sindo TV, dan beralih profesi sebagai jurnalis di harian KONTAN.

Sekarang sudah masuk tahun ke-4 di Kontan. Wow, nggak berasa, ternyata betah juga.

Delapan bulan pertama liputan hukum di Pengadilan Niaga, masuknya di kompartemen nasional. Sekitar delapan bulan berikutnya, masuk kompartemen investasi nulis rekomendasi saham dan IHSG. Lalu berlanjut ke aksi korporasi, masih masuk termasuk kompartemen investasi sampai sekitar delapan bulan. Sekarang masih di investasi juga tapi nulis soal komoditas. 

Awal masuk Kontan, saya masih "buta" ekonomi. Semua yang saya temui di Kontan adalah hal baru. Ketika liputan hukum, ketemu dengan istilah PKPU, pailit, pelanggaran merek, sampai ketemu berkas gugatan 500 halaman bahkan lebih waktu liputan kasus korupsi di KPK dan Pengadilan Tipikor.

Inget banget waktu awal - awal nulis berita korupsi dari berkas dakwaan sekitar 500 halaman. Sampai jam 8 malam nulis lead berita (satu paragraf di awal) aja nggak jadi-jadi. Nggak tahu mau mulai darimana & gimana caranya meringkas 500 halaman jadi satu halaman aja. Nggak paham mana yang paling penting karena buat saya (yang waktu itu masih anak bawang banget) semua terlihat penting. 

Saat pindah di desk investasi, saya menemui istilah IHSG, BEI, saham, dan istilah lain yang lebih teknis. Demikian juga di komoditas, banyak istilah- istilah yang baru saya temui. Pada akhirnya, saya kembali belajar dan belajar lagi. Mulai banyak membaca, banyak bertanya dan berdiskusi.

Tantangan selalu ada, apalagi ketika masa awal liputan. Sebagian narasumber ragu kalau saya bisa memahami ucapan mereka. Sebagian lainnya mau dengan baik hati menjelaskan berulang - ulang sampai saya paham. Kuncinya satu, kalau masih baru dan belum paham ya jujur saja. Nggak usah sok pinter lalu bingung waktu akan menuliskan hasil wawancara.

Salah satu keuntungan sebagai jurnalis adalah, kita bisa berlajar langsung dari ahlinya. Saya sebagai jurnalis ekonomi belajar hukum perdata dari para pengacara, hakim, hingga panitera. Belajar investasi dari analis sampai kepala riset. Belajar memahami perusahaan langsung dari direkturnya. Bahkan banyak teman-teman jurnalis yang (menurut saya) lebih beruntung karena bisa setiap hari ngikutin pejabat, mulai anggota DPR, menteri sampai presiden.

Saya mah apa, masih banyak area liputan yang belum dirambah. Makanya meski sudah tahun keempat, saya masih begitu menikmati profesi jurnalis. Soalnya, saya sendiri masih nunggu setelah ini akan dipindah ke desk liputan apa lagi?

Selasa, 21 Februari 2017

Hari - hari di Sindo TV

Saat pertama kali wawancara kerja, saya sama sekali tidak tahu apa itu pekerjaan creative staff di sebuah program televisi. Saya hanya memasukkan lamaran sebagai production team. Ya, saya menghindari posisi sebagai jurnalis. Maunya di tim produksi saja, apapun posisinya.

Sudah agak lupa bagaimana pertanyaan pada saat wawancara kala itu. Tapi yang jelas saya ingat ketika HRD bilang, "Ada yang mau ditanyakan?" saya langsung tanya apa itu creative dan job desknya apa saja. Lalu di program seperti apa saya akan ditempatkan.

Program pertama saya ternyata TV Magazine, judulnya Apop News. Eaaa, pucuk dicinta ulam pun tiba. Saya sudah familiar dengan bentuk tayangan TV Magazine karena sama dengan TKA saya. Sementara Apop News adalah program hiburan seputar selebriti Asia, terutama Korea Selatan yang lagi hitz. Sebagai penikmat drama dan musik Korea, saya sama sekali tidak menemukan kesulitan di program ini. Malah seneng, karena punya kesempatan liputan langsung setiap ada konser artis Korea di Indonesia.

Saya juga sempat pegang program lain, Referensiana dan Rehat Siang. Referensiana adalah talk show seputar referensi untuk wanita, termasuk masalah kecantikan, kesehatan, sampai keuangan. Kalau Rehat Siang acara jalan-jalan, bentuknya juga magazine. Kalau di program Apop News bisa nonton konser gratis, di program Rehat Siang sering ikut jalan - jalan gratis (sambil kerja tentunya). Paling seneng kalau sudah keluar kota, hihiii.

Sebelum memutuskan resign, saya juga sempat membantu pembuatan program dokumenter Warkop DKI dan terlibat di program musik Tangguh.

Oh iya, tugas atau jobdesk creative itu apa sih? Beberapa pekerjaan yang saya lakukan sebelum syuting antara lain memikirkan ide tema pada setiap episode tayangan, membuat rundown acara, dan menentukan daftar pertanyaan untuk MC talk show. Ketika syuting, baik  siaran live atau tapping (siaran yang direkam terlebih dahulu untuk ditayangkan setelahnya), saya berkoordinasi dengan produser lapangan agar pengambilan gambar sesuai dengan rundown. Saya juga melakukan briefing kepada MC dan narasumber. Lalu setelah proses syuting selesai (untuk tapping), saya membuat script untuk voice over (narasi yang mendukung video). Terakhir, mendamping editor agar proses editing sesuai dengan rundown awal.

Setiap program televisi dikerjakan oleh satu tim yang terdiri beberapa posisi, seperti Produser, Asisten Produser, Production Assistant, Creative, Cameraman dan Editor. Semua memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Tanggung jawab acara tentu ada di Produser.

Selama delapan bulan di Sindo TV, ada banyak hal yang saya pelajari, banyak pengalaman yang saya dapatkan. Meski begitu, saya akhirnya memutuskan untuk keluar alias resign di bulan ke-8, Mei 2013.

Menemukan pekerjaan pertama

Alhamdulilah saya tidak butuh waktu lama untuk menemukan pekerjaan seusai lulus kuliah. Sebelum wisuda, saya pergi ke job fair di balairung UI. Dari situ, saya menebar banyak CV ke berbagai perusahaan. Mulai dari Bank, BUMN, perusahaan konsumer sampai media.

Pengalaman kuliah sebenarnya membuat saya justru tidak ingin bekerja di media. Repotnya menjadi jurnalis, liputan ke lapangan, mencari narasumber, keringetan, bau badan. Duh, males lah!

Saya mau jadi orang kantoran saja, pake baju rapi, kerja pake AC, wangi, gaji besar. Dimikian cita - cita saya saat itu.

Tapi sisi lain saya juga mengatakan," Tapi sayang sih kalo ilmu kuliah nggak diterapkan dulu. Setahun - dua tahun boleh lah mencoba dunia jurnalistik."

Akhirnya saya berserah pada takdir. Dari sekian banyak CV yang saya kirim, lalu mengikuti berbagai tes dan interview, nasib mengantarkan saya ke pekerjaan pertama sebagai creative di sebuah stasiun TV swasta, Sindo TV.

Saya resmi bekerja mulai Oktober 2012, sekitar satu bulan setelah wisuda. Tentu saya sangat bersyukur karena tidak butuh waktu lama untuk menemukan pekerjaan. Di luar sana, banyak sekali lulusan Universitas yang masih menganggur bahkan hingga bertahun - tahun. Ibu saya berkali - kali mengucap syukur Alhamdulillah ketika saya kabari.