Sabtu, 29 Oktober 2016

September 2012, Wisuda Tanpa Rasa




Wisuda adalah salah satu moment yang paling membahagiakan dalam hidup seseorang. Bukan hanya bagi wisudawan yang akhirnya bisa membuktikan kemampuan akademisnya, membanggakan orang tuanya, tetapi juga bagi orang tua yang akhirnya lega karena berhasil mengantar sang anak hingga menjadi sarjana. 

Maka tak heran jika banyak sarjana beserta keluarganya tampil maksimal saat wisuda. Sudah ke salon sejak pagi, menyewa atau membeli kebaya terbaik, setelah upacara wisuda siap antri panjang untuk ambil 'photo studio'. Hasil foto itu yang akhirnya dicetak dengan ukuran besar dan mejeng di ruang tamu rumah masing - masing.

Memakai jubah hitam dengan slaber oranye (toga FISIP UI) sudah menjadi impian saya sejak melangkahkan kaki ke kampus perjuangan. Saat masih pakai kemeja dan rok putih menyanyikan lagu dari gaudeamus igitur sampai keroncong kemayoran bersama ribuan mahasiswa baru pada moment wisuda angkatan 2004 di bulan Agustus 2008 silam.

Setelah impian itu akhirnya tercapai, saya tentu bahagia. Tetapi, saat paling bahagia bukan ketika memakai toga melainkan saat Mas Awang Ruswandi, ketua sidang TKA saya bilang,"Wuwun, selamat kamu dinyatakan lulus."

Sebenarnya agak berlebihan kalau dibilang wisuda tanpa rasa, tapi persiapan wisuda saya sebenarnya biasa saja. Mungkin karena sudah terlalu capek menyiapkan sidang dan setelah sidang lebih fokus ke mencari pekerjaan. Kakak senior dan teman - teman yang sudah lulus terlebih dahulu juga bilang, "Wisuda itu adanya cuma ribet. Di sekitaran Balairung rame banget sampai macet karena da ribuan wisudawan dan keluarganya, harus pagi - pagi ke salon, pokoknya ribet banget."

Tidak ada cerita nangis - nangis berpelukan sungkeman ke orang tua saat wisuda. Nggak badmood sampai akhirnya pulang saja sudah Alhamdulillah, haha.  Kebaya wisuda dijahit di Purworejo biar murah, saya pun dandan sendiri dengan bedak tipis dan minta lipstik bulik yang warnanya agak merah. Pake kerudung ala - ala yang dibikin sendiri. Photo studio? Nggak ada!

Persiapan wisuda saya upayakan seirit mungkin, sing penting wis lulus, batin saya. Soalnya, biaya TKA itu mahal lho. Buat transport, bayar editor, cameramen, talent, presenter, beli printilan liputan,dll. Kalau ditotal sampai jutaan lah. Sementara buat foto wisuda sekitar Rp 300 ribuan, terus nyalon bisa Rp 200 ribuan. Duh, nggak enak kalau minta lagi ke orang tua (Dua bulan sebelumnya udah minta banyak buat TKA). Belum lagi ada orang tua datang ke Jakarta kan pake biaya juga, pokoknya waktu itu serba ga enak.

Dan benar saja, Wisuda hari Jumat sore, 7 September 2012. Yang datang ada kedua orang tua saya, Paklik, Bulik, Audra (ponakan, cucunya bulik) dan Kakak saya. Bapak sama Paklik nggak mau dong berangkat sebelum Jumatan, mereka mau sholat Jumat dulu. Akhirnya baru jalan dari rumah Paklik jam 1an padahal upacara wisuda jam 3. Kalau saya biasa ke kampus naik motor lewat jalan belakang sih cuma sekitar 15 menit dari rumah. Tapi ini kan pake mobil dari gerbang depan. Karena yang diwisuda ribuan mahasiswa akhirnya macet dari depan gerbang utama UI (sudah kuduga!).

Saya dan orang tua turun di tengah jalan, lalu jalan kaki sampai Balairung yang jaraknya masih sekitar 400 m. Paklik sama Bulik nyari tempat parkir dulu, saya nggak ketemu mereka sampai upacara wisuda selesai. Setelah selesai wisuda pulangnya pun terpisah. Paklik dan Bulik sama Audra mau sholat dulu di Masjid UI setelah itu ambil mobil yang parkirnya entah dimana. Setelah pamit sholat mereka susah dihubungi karena saking banyaknya orang akhrinya nggak ada sinyal. Pengumuman lewat toa buat nyari anggota keluarga laku keras, haha. Saya bersama orang tua dan kakak berinisiatif buat pulang duluan, jalan sampai depan dan naik taksi.

Selang beberapa bulan setelah wisuda, orang tua saya tanya, "Kenapa foto wisuda nggak dicetak terus dipajang?". Saya cuma bisa jawab," Fotone elek pak." kekekeke ~
Foto Wisuda bareng Orang Tua dan Kakak yang tidak layak cetak :p












Tidak ada komentar:

Posting Komentar